Pemerintah Tetapkan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung Hanya 250 KM/Jam

25 September 2015

Sebelumnya sudah diberitakan bahwa keberlanjutan proyek kereta cepat dengan Tiongkok ini ditindaklanjuti pemerintah Indonesia karena Tiongkok menyanggupi persyaratan yang ditetapkan Indonesia dalam pembangunan kereta api cepat, yakni bahwa pembangunannya dilakukan murni secara bisnis (business to business atau B to B), tanpa jaminan atau pendampingan pemerintah, serta tidak menggunakan APBN. (Lihat juga: Penuhi Syarat Pemerintah, Akhirnya Proyek Kereta Cepat Tiongkok Dipilih)


Terkait proyek tersebut, pekan ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) tiba-tiba saja menggelar rapat terbatas terkait dengan proyek kereta cepat di Istana Kepresidenan. Dari pertemuan itu, para menteri sepakat untuk menurunkan kecepatan kereta yang awalnya mencapai 350 km per jam menjadi 250 km per jam lantaran banyaknya stasiun dan panjang jalur kereta yang terlalu jauh. Adapun jarak tempuh kereta tersebut nantinya adalah hanya 150 km dengan 8 atau menjadi 4 stasiun pemberhentian atau bahkan menjadi 3 stasiun pemberhentian.


Lebih lanjut, masih sama seperti sebelumnya sikap presiden terkait kereta cepat, yang pertama adalah Jokowi menginginkan agar proyek kereta cepat dikembalikan menjadi kerja sama business to business. Kedua, Jokowi juga tidak menginginkan pemakaian Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dalam proyek kereta cepat untuk rute Jakarta-Bandung. Ketiga, Jokowi juga tidak mau ada pemberian jaminan dari uang negara.


Jalur kereta cepat Jakarta-Bandung yang rencananya nanti dilanjutkan dengan Bandung-Yogyakarta dan Yogyakarta-Surabaya adalah wilayah jalur selatan Jawa, bukan jalur pantai utara Jawa. Sebetulnya langkah ini patut diapresiasi, apalagi jika pembangunan jalur kereta api ini sepenuhnya dikelola dan dilaksanakan oleh dana non-APBN dan operatornya swasta serta dilaksanakan secara business to business approach. Pembangunan jalur kereta api super cepat ini dapat dimanfaatkan sebagai momentum untuk membangkitkan kembali potensi jalur kereta api tua yang kini telah ditinggalkan.


Melalui pendekatan itu ada dua ujung tombak pendanaan pembangunan kereta api di Indonesia. Jalur APBN untuk kereta api ekonomi dan angkutan logistik. Jalur non-APBN untuk KA bisnis dan supercepat.  Melalui dana APBN fokus revitalisasi jalur kereta api Sumatera dapat dilaksanakan. Begitu juga jalur eksisting yang menghubungkan kota kota kecil di Jawa yang saat ini diterlantarkan dapat mulai ditindaklanjuti. Sementara dana non-APBN diarahkan untuk membangun jalur kereta api yang penuh risiko karena padat teknologi dan padat kapital, yakni kereta api supercepat hingga 250 km perjam.

Sumber

© Copyright 2017 INKA - All Rights Reserved